TIADA LAGI TUHAN BEGINI DAN BEGITU

Banyak orang yang bertanya, mengapa dalam mempelajari Agama mesti harus mengenal Rasa ? Memang kalau hanya sampai pada tingkat Syariat, bab rasa tidak pernah dibicarakan atau disinggung. Tetapi pada tingkat Tarekat keatas bab rasa ini mulai disinggung. Karena bila belajar ilmu Agama itu berarti mulai mengenal siapa Sang Percipta itu. Karena ALLAH maha GHOIB maka dalam mengenal hal GHOIB kita wajib mengaji rasa. Jadi jelas berbeda dengan tingkat syariat yang memang mengaji telinga dan mulut saja. Dan mereka hanya yakin akan hasil kerja panca inderanya. Bukan Batin!

Maka dalam tauhid sir atau tauhid zukkiyyah alias tauhid rasa dikatakan, jasad ini tempat merasakan saja. Dari alur atau skema diatas tadi rasa jasad hanya merasakan "ada" ini dengan rasa Rabbani itu diri Allah? Takut apa? takut dosa tertimpa dosa. Takut neraka masuk neraka, takud syirik tertimpa syirik.

Tidak perlu takut karena yang dimaksud disini adalah jasad kita tidak lagi merasa ada diri baharu ini dan merasakan diri Rabbani yang berkuasa. Bukan kita merasakan diri kita ini jadi Allah atau mau sama dengan Allah, melainkan yang dirasakan jasad ini hanya diri Rabbani saja sumber dari segala sumber penggerakan nurani, ruhani dan jasmani. Sabda baginda nabi S.A.W yaitu” Ana minallah, walmu’minuna minni, Aku dari Allah, mukmin itu daripadaku“.

Lalu kembalilah kepada tauhid yang hakiki, tauhidlah dengan benar-benar bahwa sesungguhnya Allah semata-mata yang ada, kerana kalimat tauhid itu ialah “La maujudun Illa Allah”, tiada sesuatu yang maujud/wujud kecuali Allah”, jikalau sudah benar-benar tauhid maka tiada lagi dipandang segala gerak dan perbuatan itu perbuatan makhluk pada diri jasad ini melainkan kelakuan dan perbuatan Allah semata-mata, tapi ingat bahawa diri Allah itu tidak bertempat, seperti dalam hadis qudsyi menyatakan “ Ana makanin, wala lay salli makan, Aku merupakan tempat pada sekalian yang bertempat, tapi aku tidak mengambil tempat pada sekalian yang bertempat”. Apakala sudah sampai disini maka kembalilah ke tempat sewajar-nya dan selayak-nya kita berada yaitu pada tempat mutmainnah, yaitu tempat orang yang jiwa-nya sudah tenang setelah makrifat dan tauhid dengan benar-benar hakiki, walaupun begitu tetaplah merasakan dan memandang kepada Allah itu dengan tiada lagi rasa dan tiada lagi pandangan, lalu putuskanlah iktiqod anda bahawa tiada lagi tuhan begitu tuhan begini, bahawasa-nya DIA lah semata-mata yang ada.

Tapi harus di ingat bahwa bukan berarti disini destinasi kita kerana kita bukan tuhan, tapi diri kita hanyalah kenyataan tuhan, maka tempat-nya yaitu di “Mutmainnah”, orang yang jiwa-nya sudah tenang apabila telah mengenali hakikat diri sebenar diri, tapi tetap memandang Allah sahaja-lah ada, seperkara lagi harus di perhatikan, Allah itu tidak bertempat, “Ana makanin, wala laysalli makan, Aku merupakan tempat pada sekalian yang bertempat, dan Aku tidak mengambil tempat pada sekalian yang bertempat”. Baca juga MERASAKAN DAN MENGALAMI KEMABUKAN CINTA

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

📯POPULAR POST

ALINSANU SIRRI, WA ANA SIRRUHU, WASIRRI SIFATI WASIFATI LAGHOIRIHI

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI DAN BALA TENTARA YANG CINTA SYAHID BAG 3

KATA KATA MUTIARA AL GHOZALI

THOSIN AL-ASRAR FI AL-TAUHID, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

ALLAH BUKAN NAMA DAN MAKNA

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY POST MANTAP ||| postmantap16@gmail.com

🔱LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

🔁 FOLLOWERS