ADAB SALIK TERHADAP MURSYID
Mereka adalah para salik. Habib Umar bin Hafidz meletakkan imamah di kepala Habib Luthfi (Foto: embunhati.com) |
Seorang salik adalah seseorang yang menjalani disiplin spiritual dalam menempuh jalan sufisme Islam untuk membersihkan dan memurnikan jiwanya, yang disebut juga dengan jalan suluk. Dengan kata lain, seorang salik adalah seorang penempuh jalan suluk.
Untuk menjadi seorang salik, seorang muslim selama seumur hidupnya harus menjalani disiplin dalan melaksanakan syariat lahiriah sekaligus juga disiplin dalam menjalani syariat batiniah agama Islam. Seseorang tidak disebut sebagai seorang salik jika hanya menjalani salah satu disiplin tersebut.
Suluk secara harfiah berarti menempuh (jalan). Dalam kaitannya dengan agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. Menempuh jalan suluk (bersuluk) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (syariat) sekaligus aturan-aturan esoteris agama Islam (hakikat). Ber-suluk juga mencakup hasrat untuk Mengenal Diri, Memahami Esensi Kehidupan, Pencarian Tuhan, dan Pencarian Kebenaran Sejati (ilahiyyah), melalui penempaan diri seumur hidup dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah demi mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan.
Kata suluk berasal dari terminologi Al-Qur'an, Fasluki, dalam Surat An-Nahl [16] ayat 69, Fasluki subula rabbiki zululan, yang artinya Dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Seseorang yang menempuh jalan suluk disebut salik.
Kata suluk dan salik biasanya berhubungan dengan tasawuf, tarekat dan sufisme.
Seorang salik juga disebut sebagai seorang murid ketika ia menjalani disiplin spiritual tersebut di bawah bimbingan guru sufi tertentu, atau dalam tarekat tertentu.
SULUK : "Mereka adalah para salik".
Adab Salik terhadap Mursyid
- Memiliki tata krama yang baik;
- Khusyu’, khudhu’;
- Mengetahui kedudukan dan derajat Syaikh;
- Menggerakkan segala kemampuan untuk Syaikh, tidak melawannya, tidak menertawakannya, tidak menggunakan sesuatu yang membuat Sâlik merasa agung dihadapannya;
- Mengagungkan perintahnya;
- Menjaga kehormatan Syaikh dan keluarganya, kerabatnya baik Syaikh ada di rumah, bepergian, hidup dan wafatnya;
- Berserah diri pada mursyid pada semua keadaan, tidak menjadikan mursyid sebagai musuh dan sahabat;
- Sâlik tidak diperkenankan untuk berkunjung kepada orang shaleh/wali tanpa seizin dan perintahnya, Mursyid tidak akan memberikan izin untuk mengunjungi salah satu ulama’/wali sementara di dalam hati sâlik terdapat perasaan penghormatan yang besar.
Hal ini dilakukan mursyid untuk mencegah supaya keteguhan hati sâlik tidak terguncang mengikuti mursyid, karena sâlik di hadapan mursyid seperti mayat di tangan orang yang memandikan. Sementara mursyid adalah pengganti (al-Naib) nabi Muhammad Saw, dalam hal menunjukkan jalan yang lurus dan nabi Muhammad Saw penghulu orang mukmin, para wali dan ulama adalah pewaris para Nabi.
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Comments
Post a Comment
SILAHKAN BERKOMENTAR SESUAI DENGAN TOPIK ISI ARTIKEL YA .......