TAUBAT DAN MAKRIFAT

Taubat dan Ma'rifat
Taubat menurut Beliau ada dua macam: "Taubat orang awam, yakni dari dosa; dan taubat orang khawash (khusus), yaitu dari kelalaian."

Ma'rifat pun ada tiga macam. Ma'rifat mukmin biasa, ma'rifat ahli bicara (mutakallimin) dan hukama (filsuf), dan ma'rifat Waliullah yang dekat kepada Allah dan kenal akan Allah dalam hatinya. Ma'rifat inilah yang setinggi-tinggi martabat.

Dalam pembagian ini, jelaslah ketiga jenis ma'rifat itu. Orang mukmin-biasa mengenal Allah karena memang demikianlah ajaran yang diterimanya. Orang filsuf dan mutakallimin mencari Allah dengan perjalanan akalnya. Dan oleh perhitungan akal dan manthik, maka sampailah mereka kepada adanya, tapi belum tentu dirasakan lezatnya. Tapi orang-orang Muqarrabin, mencari Allah dengan pedoman cinta. Yang lebih diutamakan adalah ilham, atau faidh (limpah kurnia Allah), atau kasyaf (dibuka Allah hijab batin dalam alam kerohanian). Di sana, akal tak berjalan lagi, karena sampai di derajat mustawa (bersemayam).

Pernah ditanyakan orang kepada Beliau, "Dengan jalan apa engkau mengenal Tuhanmu?" Beliau menjawab, "Aku mengenal Tuhanku adalah dengan Tuhanku sendiri. Kalau bukan Tuhanku, tidaklah aku mengenal-Nya."

Itulah tauhid yang semurni-murninya.

Beliau pun menambahkan penjelasan tentang cinta, yakni suatu cinta timbal balik antara Khalik dengan makhluk, antara yang mencintai dengan yang dicintai. Dengan cinta seperti inilah si hamba tertarik, lebih dari tarikan besi berani kepada besi biasa, kian lama kian mendekat kepada yang dicintai itu sehingga akhirnya "bersatu", tenggelamlah zatnya ke dalam zat Tuhannya. Ajaran ini hanya dapat dirasakan setelah menempuh tingkatan-tingkatan (maqam) tertentu. Begitulah menurut Beliau, cinta semacam ini hanya dapat dirasakan, dan sia-sia kalau diajarkan – harus dirahasiakan dari orang yang hanya mengenal arti cinta secara maddi (yang disaksikan oleh panca indera).

Pandangan cinta dan pengertian (mahabbah dan ma'rifat) inilah yang meninggalkan jejak yang sangat nyata bagi para tokoh besar tasawuf yang datang kemudian, seperti Tustari (wafat 898 M), Al-Nakhsyabi (wafat 859 M), Ibnu Al-Jalaak dari negeri Syam yang pernah belajar sendiri kepada Beliau (ZUN NUN) dan Al-Khazzaar (wafat 901 M) salah seorang sahabat Beliau. Pangkat-para-wali-wali-allah

Wallahu a’lam.

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

Comments

📯POPULAR POST

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI DAN BALA TENTARA YANG CINTA SYAHID BAG 3

ALINSANU SIRRI, WA ANA SIRRUHU, WASIRRI SIFATI WASIFATI LAGHOIRIHI

THOSIN AL-ASRAR FI AL-TAUHID, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

KATA KATA MUTIARA AL GHOZALI

ALLAH BUKAN NAMA DAN MAKNA

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY POST MANTAP ||| postmantap16@gmail.com

🔱LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

🔁 FOLLOWERS