AGAMA ITU IBARAT DUA SISI MATA UANG
Agama itu ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi ada Cinta dan Kasih Sayang, namun di sisi yang lain ada kekerasan dan peperangan.
Dalam sejarah semua agama, selalu ada peperangan yang mengatasnamakan Tuhan. Bahkan Islam sekalipun melakukan banyak penaklukan penaklukan dengan darah yang katanya demi menyebarkan ajarannya. ya tentunya tujuan kekuasaan, ekonomi dan politik berada dibelakangnya.
Terkecuali di Nusantara ini. Penyebaran Islam masuk menggantikan Hindu-Buddha secara masif namun dengan pendekatan yang persuasif tanpa adanya peperangan. Meskipun tidak secantik dan seindah masuknya Hindu-Buddha, namun sejarah menulis bahwa proses akulturasi tersebut nyaris tanpa pertentangan dan penolakan oleh rakyat pribumi nusantara kala itu.
Islam di nusantara ini lebih kental dengan Nuansa islam rahmatan lil alamin yang penyebarannya melalui pendekatan budaya dan menghargai kearifan lokal melalui jalan bathin spiritual (tasawwuf) yang diajarkan oleh walisongo juga Syaikh Siti Senar. Walaupun dalam sejarah terekam ada perbedaan diantara walisongo dan syech siti jenar bahkan sesama para walisongo juga ada perbedaan yang terbagi menjadi abangan dan putihan.
Sebenarnya leluhur kita ini sudah bermakrifat atau berpegang pada ajaran tauhid. Dengan ajaran kejawennya yang dilestarikan turun temurun dari generasi ke generasi walaupun ada agama luar (buddha, hindu, islam, kristen) yang masuk kenusantara namun tidak mengubah ciri khas leluhur kita. Adanya agama buddha yang masuk ke nusantara namun berciri buddha nusantara. Juga setelahnya agama hindu masuk juga berciri khas nusantara.
Bahkan mpu tantular dalam kitab sutasoma menuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda - beda tapi tetap Satu), dan "Tan Hana Dharma Mangrwa" (Tiada Kebenaran yang Mendua). Sehingga ada istilah syiwa budho. Juga ada istilah "Sang Hyang Widhi" yang tidak ada didalam agama hindu di india.
Mengapa tidak semua budaya dan agama dariluar ditiru begitu saja? Karena leluhur kita di Nusantara ini telah memiliki “local genius“ yaitu kemampuan seseorang untuk menyaring dan mengolah budaya asing yang masuk dan disesuaikan dengan cita rasa setempat bahkan sekarang ada istilah "Islam Nusantara".
Jadi Bisa dipahami bahwa dinamisasi di nusantara ini bukan perkara ajaran apa yang 'dibawa' oleh asing. Tapi ini tentang kepribadian leluhur kita dengan local genius culture-nya yang bijak dan mencintai kedamaian.
Ketahuilah sesungguhnya peralihan "Ad Dinul Islam" dari Nabi ke Nabi, dari Rasul ke Rasul, dari Generasi ke Generasi, baik di Nusantara atau belahan dunia lainnya, sebenarnya tidaklah merubah "ISINYA", tetapi yang berubah hanyalah "KEMASANNYA" saja, yang disesuaikan dengan tempat, zaman dan budaya saat mereka diturunkan. Baca Juga : Perbedaan-agama-tidak-jadi-persoalan
Lalu mengapa harus diperdebatkan?? Bagi yang suka mengatakan kafir & mengatakan sesat, perlu dipertanyakan ke nusantaraannya.
Semoga Cahaya Ilahi menerangi seluruh alam ini. Amiin. Wallahu a'lam
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Comments
Post a Comment
SILAHKAN BERKOMENTAR SESUAI DENGAN TOPIK ISI ARTIKEL YA .......