PERBEDAAN AGAMA TIDAK JADI PERSOALAN DALAM URUSAN PEMERINTAHAN
Dahulu ada Gubernur jakarta bernama Henk Ngantung. Beliau adalah orang bersuku Manado dan beragama protestan.
Di masa Bung Karno perbedaan agama tidak jadi persoalan dalam urusan pemerintahan, semua punya semangat sama : "Nasionalisme dan rasa cinta kebangsaan."
Akhir akhir ini kita dihadapkan pada persoalan agama, yang bisa pecah perang saudara, yang awalnya murni urusan politik, lalu merembet kedalam persoalan agama.
Dan seorang pemimpin harus cepat tanggap dan bijak dalam menyikapinya agar tidak menjadi bola liar dan semakin membesar.
Seorang pemimpin dia harus bisa mendengarkan suara rakyatnya, tidak harus mengikuti kehendak mereka, tapi setidaknya dengarkan suara mereka.
Kata bung karno : "vox populi, vox dei" (suara rakyat adalah suara Tuhan).
Seorang pemimpin harus berdiri diatas kepentingan golongan apapun, dia berdiri di atas kebenarannya.
Dia harus berani mendengarkan suara rakyatnya, tidak harus mengikuti kehendak mereka, setidaknya dengarkan suara mereka.
Dia harus berani menemui rakyatnya, dengan begitu dia sudah membuktikan dia berada diatas semua kepentingan golongan.
Seorang pemimpin dia yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keutuhan bangsanya.
Diceritakan dulu ketika bung karno diusir dari istana seorang ajudan berkata pada bung karno
"Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan..." Salah satu ajudan berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno.
Bung karno menjawab : "Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda jelas hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri tidak, wajahnya sama dengan wajahmu. keluarganya sama dengan keluargamu, lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara". Baca Juga : Dunia-ibarat-ladang-untuk-menanam
Saat-Saat Terakhir Bung Karno Menjadi Pemimpin beliau berkata :
"Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” (Soekarno, 1967).
Di masa Bung Karno perbedaan agama tidak jadi persoalan dalam urusan pemerintahan, semua punya semangat sama : "Nasionalisme dan rasa cinta kebangsaan."
Akhir akhir ini kita dihadapkan pada persoalan agama, yang bisa pecah perang saudara, yang awalnya murni urusan politik, lalu merembet kedalam persoalan agama.
Dan seorang pemimpin harus cepat tanggap dan bijak dalam menyikapinya agar tidak menjadi bola liar dan semakin membesar.
Seorang pemimpin dia harus bisa mendengarkan suara rakyatnya, tidak harus mengikuti kehendak mereka, tapi setidaknya dengarkan suara mereka.
Kata bung karno : "vox populi, vox dei" (suara rakyat adalah suara Tuhan).
Seorang pemimpin harus berdiri diatas kepentingan golongan apapun, dia berdiri di atas kebenarannya.
Dia harus berani mendengarkan suara rakyatnya, tidak harus mengikuti kehendak mereka, setidaknya dengarkan suara mereka.
Dia harus berani menemui rakyatnya, dengan begitu dia sudah membuktikan dia berada diatas semua kepentingan golongan.
Seorang pemimpin dia yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keutuhan bangsanya.
Diceritakan dulu ketika bung karno diusir dari istana seorang ajudan berkata pada bung karno
"Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan..." Salah satu ajudan berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno.
Bung karno menjawab : "Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda jelas hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri tidak, wajahnya sama dengan wajahmu. keluarganya sama dengan keluargamu, lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara". Baca Juga : Dunia-ibarat-ladang-untuk-menanam
Saat-Saat Terakhir Bung Karno Menjadi Pemimpin beliau berkata :
"Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” (Soekarno, 1967).
Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Comments
Post a Comment
SILAHKAN BERKOMENTAR SESUAI DENGAN TOPIK ISI ARTIKEL YA .......