SEJARAH KOPI MINUMAN PARA SUFI UNTUK MENDEKATKAN DIRI DENGAN ILAHI

Sejarah Kopi, Minuman Para Sufi untuk Mendekatkan Diri dengan Ilahi
Meminum kopi atau 'ngopi' menjadi trend kebanyakan generasi milenial saat ini. Nongkrong dan ngopi seolah menjadi gaya hidup anak muda khususnya di daerah-daerah urban. Bahkan tiap 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kopi Sedunia.

Padahal, dalam sejarahnya, kopi justru dinikmati bukan di tempat tongkrongan atau saat berkumpul bersama teman. Melainkan dinikmati saat menyendiri, untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Tak bisa dimungkiri bahwa sejarah penemuan kopi tidak bisa dilepaskan dari peran para alim ulama dan sufi.

Sejarah Kopi dan Para Sufi.
Ada banyak versi terkait sejak kapan kopi dikenal sebagai minuman. Salah satu versi yang populer ialah sebuah riwayat dari Abu Thayib al-Ghazali dalam Syudzur Dzahab. Menurutnya, orang yang pertama kali menyeduh kopi ialah Nabi Sulaiman.

Menurut Abu Thayib al-Ghazali, Nabi Sulaiman mendapatkan petunjuk dari Allah melalui Jibril agar menyeduh biji kopi sebagai ramuan atas penyakit yang menimpa penduduk di sebuah kota. Karena kandungannya yang berkhasiat, kopi pun mampu mengobati penduduk tersebut.

Namun kemudian, kopi terlupakan sampai abad 10 Hijriah atau abad 16 Masehi.
Pembahasan kopi kembali muncul pada abad ke 15 Hijriah. Abdul Qadir al-Jaziri (lahir; 1505) menceritakan tentang penyebaran minum kopi dalam kitabnya berjudul 'Umdatus Shafa'. Dalam kitab tersebut, ia mengisahkan tentang minuman kopi yang dinikmati para sufi di Yaman.

Yakni ketika seorang mufti besar bernama Jamaluddin adz-Dzabhani (wafat: 1470) dari Yaman, sedang melakukan perjalanan ke Bar'Ajm (kawasan non Arab). Di sana ia menemukan orang-orang sedang meminum kopi. Lalu ia pun membawa pulang biji kopi tersebut.

Tidak lama setelah perjalanan tersebut, adz-Dzabhani mengalami sakit yang cukup serius. Ia pun teringat akan minuman khasiat yang diminum oleh orang-orang non Arab. Setelah menyeduhnya, ia merasakan kesegaran dalam tubuhnya. Demi Zikir 40 Hari.

Adapun untuk asal dari kopi sendiri, Al-Jaziri menyebutkan dalam kitab 'Umdatus Shafa' berasal dari tanah Ibnu Sa'duddin, atau daerah Habasyah (sekarang Etiopia, Afrika).

Dalam riwayat lain, biji kopi pertama kali ditemukan pada abad ke-8 Hijriah. Riwayat ini sebagaimana dituliskan oleh Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Husainy Al-Hadramy dari marga Alaydrus (1070-1113 H), dalam kitab berjudul 'Iinaasush Shofwah bi Anfaasil Qohwah'. 

Ia menjelaskan jika seorang ulama sufi terkenal, Imam Abul Hasan Ali Asy-Syadzili merupakan sosok penemu kopi pertama.

Awalnya, kopi diminum untuk keperluan mendekatkan diri kepada Allah. Salah satu riwayat menceritakan, saat Abul Hasan Ali Asy-Syadzili diberi ijazah wirid dari gurunya, Syaikh Abdullah Al-Masyisyi, ia selalu gagal.

Pasalnya, wirid harus dilakukan selama 40 hari tanpa tertidur dan batal wudhu. Sayangnya, Asy-Syadzili selalu gagal, sebab ia ketiduran. Tidak lama saat tertidur, ia pun mendapatkan petunjuk akan manfaat biji kopi yang mampu mengatasi kantuk sehingga bisa membantunya untuk melakukan wirid tersebut.

Setelah mengetahui manfaat kopi yang luar biasa bagi tubuhnya, ia pun kemudian meracik kopi dan menyeduhnya menjadi sebuah minuman. Hingga kopi menjadi minuman favoritnya untuk menyendiri mendekatkan diri pada Ilahi. Baca Juga : Pandangan-sufi-dalam-secangkir-kopi

Atas kecintaannya terhadap kopi, Imam Abul Hasan Ali Asy-Syadzili pun menuliskan syair tentang kopi dengan begitu dalam.

"Wahai orang-orang yang asyik dalam cinta sejati denganNya, kopi membantuku mengusir kantuk. Dengan pertolongan Allah Ta'ala, kopi menggiatkanku taat beribadah kepadaNya di kala orang-orang sedang terlelap."

Ia pun kemudian mempopulerkan nama Qahwah (kopi). 'Qof' bermakna quut (makanan), 'Ha' bermakna hudaa (petunjuk), 'Wawu' bermakna wud (cinta), dan 'Ha' bermakna hiyam (kantuk). Adapun untuk kata 'Qahwah' sendiri dalam bahasa Arab bermakna kekuatan.

Setelah semakin banyak orang yang mengetahui khasiat Qahwah, terlebih aromanya yang khas menyegarkan, orang-orang tanah Arab pun membuka warung-warung kopi. Hingga penyebarannya meluas ke Eropa melalui Turki, hingga Belanda.

Bagi orang-orang Turki, Qahwah kemudian disebut dengan istilah "Kahfeh". Setelah menyebar ke Belanda, nama penyebutannya berubah menjadi "Koffie". Nama koffie inilah yang kemudian diserap masyarakat Indonesia setelah Belanda menjajah bangsa kita.  

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

Comments

📯POPULAR POST

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI DAN BALA TENTARA YANG CINTA SYAHID BAG 3

ALINSANU SIRRI, WA ANA SIRRUHU, WASIRRI SIFATI WASIFATI LAGHOIRIHI

THOSIN AL-ASRAR FI AL-TAUHID, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

KATA KATA MUTIARA AL GHOZALI

ALLAH BUKAN NAMA DAN MAKNA

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY POST MANTAP ||| postmantap16@gmail.com

🔱LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

🔁 FOLLOWERS