ANEKDOT-ANEKDOT MENGENAI DIRI DZUN NUN

Dzun Nun mengisahkan : Ketika aku sedang berjalan-jalan di gunung, terlihat olehku sekumpulan orang-orang  yang menderita sakit. Aku bertanya kepada mereka :
“Apakah yang telah terjadi terhadap kalian.?”
Mereka menjawab : “Di dalam pertapaan yang terletak di tempat ini berdiam seorang yang saleh. Setahun sekali ia keluar dari pertapaannya, meniup orang-orang ini. Lalu semuanya sembuh. Setelah itu ia pun kembali ke dalam pertapaannya dan setahun kemudian barulah ia keluar lagi.”

Dengan sabar aku menantikan si pertapa itu keluar dari dalam pertapannya. Ternyata yang ku saksikan adalah seorang lelaki berwajah pucat, berbadan kurus dan bermata cekung. Tubuhku gemetar karena kagum memandang dirinya. Dengan penuh kasih si pertapa memandangi orang banyak itu, kemudian menengadahkan pandangannya ke atas. Setelah itu semua orang-orang yang menderita sakit itu ditiupnya beberapa kali. Dan semuanya sembuh dari penyakitnya. Ketika si pertapa hendak kembali ke dalam pertapannya, aku segera meraih pakaiannya dan berseru :
“Demi kasih Allah engkau telah menyembuhkan penyakit-penyakit lahiriah, tetapi sembuhkanlah sekarang penyakit di dalam batinku ini.”

Sambil memandang diriku si pertapa berkata : “Dzun Nun lepaskanlah tanganmu dariku. Sang Sahabat sedang mengawasi dari puncak kebesaran dan keagungan. Jika Dia lihat betapa engkau bergantung kepada seseorang selain daripada-Nya, pasti Dia akan meninggalkan dirimu bersama orang itu, maka celakalah engkau di tangan orang itu.” Setelah berkata demikian ia pun kembali ke dalam pertapannya. oooOOOooo Suatu hari sahabat-sahabatnya mendapati Dzun Nun sedang menangis. “Mengapa engkau menangis?” tanya mereka. “Kemarin malam ketika bersujud di dalam shalat, mataku tertutup dan aku pun tertidur.

Terlihat olehku Allah dan Dia berkata kepadaku : “Wahai Abu Faiz, Aku telah menciptakan semua makhluk terbagi dalam sepuluh kelompok. Kepada mereka Aku berikan harta kekayaan dunia. Semuanya berpaling kepada kekayaan dunia kecuali satu kelompok. Kelompok ini terbagi pula menjadi sepuluh kelompok. Kepada mereka aku berikan surga. Semuanya berpaling kepada surga kecuali satu kelompok. Kemudian kelompok ini terbagi pula menjadi sepuluh kelompok. Kepada mereka aku tunjukan neraka. Semua lari menghindar kecuali satu kelompok yaitu orang-orang yang tidak tergoda oleh harta kekayaan dunia, tidak mendambakan surga dan tak takut pada neraka. 

Apakah sebenarnya yang kalian kehendaki?” Semuanya menengadahkan kepalanya sambil berseru : Sesungguhnya Engkau lebih mengetahui apa yang kami kehendaki.!”. oooOOOooo. Pada suatu hari seorang anak lelaki menghampiri Dzun Nun lalu berkata : “Aku mempunyai uang seribu dinar. Aku ingin menyumbangkan uang ini untuk kebaktianmu kepada Allah. Aku ingin agar uangku ini dapat digunakan oleh murid-muridmu dan para guru sufi.” “Apakah engkau sudah cukup umur?” tanya Dzun Nun. “Belum”, jawab anak itu. “Jika demikian engkau belum berhak untuk mengeluarkan uang tersebut. Bersabarlah hingga engkau cukup dewasa.” 

Dzun Nun menjelaskan. Setelah dewasa, anak itu kembali menemui Dzun Nun. Dengan pertolongan Dzun Nun ia bertaubat kepada Allah dan semua uang dinar emas itu diberikannya untuk para sufi, sahabat-sahabat Dzun Nun. Suatu ketika para sufi itu mengalami kesulitan sedang mereka tak memiliki apa-apa lagi karena uang telah habis dipergunakan. Anak lelaki yang telah menyumbangkan uangnya itu berkata : “Sayang sekali, aku tak mempunyai yang seratus ribu dinar lagi untuk membantu manusia-manusia berbudi ini.” 

Kata-kata ini terdengar oleh Dzun Nun, maka sadarlah ia bahwa anak tersebut belum menyelami kebenaran sejati dari kehidupan mistik karena kekayaan dunia masih penting dalam pandangannya. Anak itu dipanggil Dzun Nun dan berkata kepadanya :
“Pergilah ke tabib anu, katakan kepadanya bahwa aku menyuruh dia untuk menyerahkan obat seharga tiga ribu dirham kepadamu.” Si pemuda segera pergi ke tabib dan tak lama kemudian ia telah kembali lagi. “Masukanlah obat-obat itu kedalam lumpang dan tumbuklah sampai lumat,” Dzun Nun menyuruh si pemuda. “Kemudian tuangkanlah sedikit minyak sehingga obat-obat itu berbentuk pasta. Kemudian kepal-kepallah ramuan itu menjadi tiga buah butiran, dan dengan sebuah jarum lobangilah ketiga-tiganya. 

Setelah itu bawalah ketiga butirnya kepadaku.” Si pemuda melaksanakan seperti yang diperintahkan kepadanya. Setelah selesai, ketiga butiran itu dibawanya kepada Dzun Nun. Butiiran-butiran tersebut diusap-usap oleh Dzun Nun kemudian ditiupnya. Tiba-tiba bitur-butir itu berubah menjadi tiga buah batu merah delima dari jenis yang belum pernah disaksikan manusia. Kemudian Dzun Nun berkata kepada si pemuda : “Bawalah permata-permata ini ke pasar dan tanyakanlah harganya ketika sampai tetapi jangan engkau jual.” Si pemuda membawa batu-batu permata itu ke pasar. Ternyata setiap butirannya berharga seribu dinar. Si pemuda kembali untuk mengabarkan hal ini kepada Dzun Nun. 

Dzun Nun berkata : “Sekarang masukanlah permata-permata itu ke lesung, tumbuklah sampai halus dan setelah itu lemparkanlah ke dalam air.” Si pemuda melakukan seperti yang disuruhkan, melemparkan tumbukan permata itu ke dalam air. Setelah itu Dzun Nun berkata kepadanya : “Anakku, para guru sufi itu bukan lapar karena kekurangan. Semua ini adalah kemauan mereka sendiri.”. Si pemuda bertaubat lalu jiwanya terjaga. Dunia ini tak berharga lagi dalam pandangannya. oooOOOooo

Dzun Nun berkisah sebagai berikut Selama tiga puluh tahun aku mengajak manusia untuk bertaubat, tetapi hanya seorang yang telah menghampiri Allah dengan segala kepatuhan. Beginilah peristiwanya :
Pada suatu hari sewaktu aku berada di pintu sebuah masjid, seorang pangeran beserta para pengiringnya lewat di depanku. Kuucapkan kata-kata : “Tak ada yang lebih bodoh daripada si lemah yang bergulat melawan si kuat.” Si pangeran bertanya kepadaku : “Apakah makna kata-katamu itu?.” “Manusia adalah makhluk yang lemah, tetapi ia bergulat melawan Allah Yang Maha Kuat,” jawab ku. Wajah si pangeran remaja itu berubah pucat. 

Ia bangkit lalu meninggalkan tempat itu. Keesokan harinya ia kembali menemuiku dan bertanya : “Manakah jalan menuju Allah?” “Ada jalan yang kecil dan ada jalan yang besar, yang manakah yang engkau sukai?” Jika engkau menghendaki jalan yang kecil, tinggalkanlah dunia dan hawa nafsu, setelah itu jangan berbuat dosa lagi. Jika engkau menghendaki jalan yang besar, tinggalkanlah segala sesuatu kecuali Allah lalu kosongkanlah hatimu.” “Demi Allah akan ku pilih jalan yang besar,” jawab si pangeran. Esoknya ia mengenakan jubah yang terbuat dari bulu domba dan mengambil jalan mistik. Di kemudian hari ia menjadi seorang manusia suci. oooOOOooo

Kisah berikut ini diriwayatkan oleh Abu Ja’far yang bermata satu.
Aku bersama Dzun Nun dengan sekelompok murid-muridnya berada di suatu tempat. Mereka sedang membicarakan bahwa sesungguhnya manusia dapat memerintah benda-benda mati. “Inilah sebuah contoh,” kata Dzun Nun, “bahwa benda-benda mati mematuhi perintah-perintah manusia-manusia suci. Jika kukatakan kepada sofa itu menarilah mengelilingi rumah ini, maka ia pun menari.” “Belum lagi Dzun Nun selesai dengan kata katanya, sofa itu mulai bergerak kemudian mengelilingi rumah lalu membalik ke tempatnya semula. Seorang pemuda yang menyaksikan peristiwa ini tidak dapat menahan ledakan tangisnya dan tak berapa lama kemudian menemui ajalnya. Mereka memandikan mayat si pemuda di atas sofa itu kemudian menguburkannya. oooOOOooo Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Dzun Nun dan berkata : “Aku mempunyai hutang tetapi aku tidak mempunyai uang untuk melunasinya.” Dzun Nun memungut sebuah batu. Batu itu berubah menjadi zamrud. Dzun Nun menyerahkannya kepada lelaki itu. Ia membawa nya ke pasar dan menjualnya dengan harga empat ratus dirham kemudian ia melunasi hutangnya. oooOOOooo Ada seorang pemuda yang seringkali mencemoohkan kaum sufi. Suatu hari Dzun Nun melepaskan cincin di jarinya kemudian memberikan cincin itu kepada si pemuda sambil berkata: “Bawalah cincin ini ke pasar dan gadaikanlah dengan harga satu dinar.” Si pemuda membawa cincin itu ke pasar tetapi tak seorang pun mau menerimanya dengan  harga di atas satu dirham. Si Pemuda kembali dan menyampaikan hal itu kepada Dzun Nun. “Sekarang bawalah cincin ini kepada pedagang permata dan tanyakan harganya.” Dzun Nun berkata kepada si pemuda. Ternyata pedagang-pedagang permata menaksir harga cincin itu seribu dinar. Ketika si pemuda kembali, Dzun Nun berkata kepadanya : “Engkau hanya mengetahui kaum sufi seperti pemilik-pemilik warung di pasar tadi mengetahui harga cincin ini.” 

Si pemuda bertaubat dan ia tak mau lagi mencemooh para sufi. oooOOOooo Telah sepuluh tahun lamanya Dzun Nun ingin memakan Sekbaj, tetapi keinginan itu tak pernah dilampiaskannya. Kebetulan esok hari adalah hari raya dan batinnya berkata: “Bagaimana jika esok engkau memberi kami sesuap sekbaj sekedar untuk menyambut hari raya?” “Wahai hatiku, jika demikian yang engkau kehendaki, maka biarkanlah aku membaca seluruh ayat al-Qur’an di dalam shalat sunnat dua raka’at malam nanti.” Hatinya mengizinkan. Keesokan harinya Dzun Nun mempersiapkan sekbaj di depannya. 

Ia telah membasuh tangan tetapi sekbaj itu tidak disentuhnya; ia segera melakukan shalat. “Apakah yang telah terjadi?”, seseorang yang menyaksikan hal itu bertanya kepada Dzun Nun.“Barusan, hatiku berkata kepadaku,” jawab Dzun Nun. “Akhirnya setelah sepuluh tahun lamanya barulah tercapai keinginanku.!” Tetapi segera ku jawab “ “Demi Allah, keinginanmu tidak akan tercapai.” Yang meriwayatkan kisah ini menyatakan bahwa begitu Dzun Nun mengucapkan kata-kata itu, masuklah seorang yang membawakan semangkuk sekbaj ke hadapannya dan berkata : “Guru, aku tidak datang kemari atas kehendakku sendiri, tetapi sebagai utusan. Baiklah kujelaskan duduk persoalannya kepadamu. Aku mencari nafkah sebagai seorang kuli padahal aku mempunyai beberapa orang anak. 

Telah beberapa lamanya mereka meminta sekbaj dan untuk itu aku telah menabung uang. Kemarin malam kubuatkan sekbaj ini untuk menyambut hari raya. Tadi aku bermimpi melihat wajah Rasulullah yang cerah menerangi bumi. Rasulullah berkata kepadaku : “Jika engkau ingin melihatku di hari berbangkit nanti, bawalah sekbaj itu kepada Dzun Nun dan katakan kepadanya bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib telah memohon ampun untuk dirinya agar ia untuk sementara dapat berdamai dengan hatinya dan memakan sekbaj ini dengan sekedarnya.” “Aku taati,” sahut Dzun Nun sambil menangis. oooOOOooo. Ketika Dzun Nun terbaring menunggu ajalnya, sahabat-sahabatnya bertanya : “Apakah yang engkau inginkan saat ini?” Dzun Nun menjawab : “Keinginanku adalah walau untuk sesaat saja, aku dapat mengenal-Nya,” Kemudian Dzun Nun bersyair : Takut telah meletihkan diriku; Hasyrat telah memebakar diriku; Cinta telah memperdayakanku. 

Tetapi Allah telah menghidupkan aku kembali. Pada suatu hari ketika Dzun Nun tidak sadarkan diri. Pada malam kematiannya, tujuh puluh orang telah bertemu dengan Nabi Muhammad di dalam mimpi mereka. Semuanya mengisahkan bahwa di dalam mimpi itu Nabi berkata : “Sahabat Allah sudah tiba. Aku datang untuk menyambut kedatangannya.” Ketika Dzun Nun meninggal dunia, orang-orang menyaksikan tulisan berwarna hijau di dahinya : “Inilah sahabat Allah. Ia mati di dalam kasih Allah. Inilah manusia yang telah dijagal Allah dengan pedang-Nya.” 

Ketika orang-orang mengusung mayatnya ke pemakaman, matahari sedang bersinar dengan sangat teriknya. Burung-burung turun dari angkasa dan dengan sayap sayap mereka meneduhi peti mati Dzun Nun sejak dari rumah sampai ke pemakaman. Ketika mayatnya diusung itu seorang muadzin menyerukan adzan. Sewaktu si Muadzin mengucapkan kata-kata Syahadah, dari balik kafan terlihat jari tangan Dzun Nun mengacung ke atas.“Ia masih hidup!.” 

Orang-orang berseru kaget. Mereka menurukan usungan itu. Memang jari tangan Dzun Nun mengacung ke atas, tetapi ia telah mati. Betapa pun mereka mencoba namun mereka tak dapat membenarkan (mengembalikan) jarinya yang mengacung itu. Ketika orang-orang Mesir mendengar hal ini, mereka semua merasa malu dan bertaubat dari kejahatan-kejahatan yang telah mereka lakukan terhadap Dzun Nun. Sebagai tanda penyesalan di atas kuburan Dzun Nun telah mereka lakukan berbagai hal yang tak dapat diterangkan dengan kata-kata. Segala-sesuatu-yang-terjadi-dialam

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

Comments

📯POPULAR POST

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI DAN BALA TENTARA YANG CINTA SYAHID BAG 3

ALINSANU SIRRI, WA ANA SIRRUHU, WASIRRI SIFATI WASIFATI LAGHOIRIHI

THOSIN AL-ASRAR FI AL-TAUHID, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

KATA KATA MUTIARA AL GHOZALI

ALLAH BUKAN NAMA DAN MAKNA

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY POST MANTAP ||| postmantap16@gmail.com

🔱LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

🔁 FOLLOWERS