TENTANG PEMIMPIN : SYAIKH SITI JENAR MASING MASING PEMELUK TIDAK PERLU SALING BERDEBAT UNTUK MENDAPAT PENGAKUAN BAHWA AGAMANYA YANG PALING BENAR

Tentang Pemimpin 
Wali Allah Hujjahtul Imam Al-Ghazali berpendapat, bahwa pemimpin harus memiliki syarat, diantaranya:  mampu berbuat adil di antara masyarakat (tidak nepotisme). Melindungi rakyat dari kerusakan dan kriminalitas, dan tidak dzhalim (tirani). Selain itu, seorang pemimpin harus memiliki integritas, penguasaan dalam bidang ilmu negara dan agama, sehingga dalam menentukan kebijakan ia bisa berijtihad dengan benar. Sehat zhahir dan batinnya, pemberani, memiliki keahlian siasat perang, dan kemampuan intelektual untuk mengatur kemaslahatan rakyat.

Wali Allah Ibnu Al Farabi berpendapat : Al-Farabi membagi negara ke dalam lima bentuk yaitu :

Negara Utama (Al-Madinah Al-Fadilah) : negara yang dipimpin oleh para nabi dan dilanjutkan oleh para filsuf; penduduknya merasakan kebahagiaan.
Negara Orang-orang Bodoh (Al-Madinah Al-Jahilah) : negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan.
Negara Orang-orang Fasik : negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh.
Negara yang Berubah-ubah (Al-Madinah Al-Mutabaddilah) : pada awalnya penduduk negara ini memiliki pemikiran dan pendapat seperti penduduk negara utama, namun kemudian mengalami kerusakan.
Negara Sesat (Al-Madinah Ad-dallah) : negara yang dipimpin oleh orang yang menganggap dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.

Wali  Allah Syaikh Siti Jenar berpendapat : Dalam pupuhnya, Syaikh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing – masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda – beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing – masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar. 

Wali Allah Jalaluddin Rumi dalam Puisinya "Memimpin Dengan Cinta"

Yusuf menjawab :
“Aku seperti Singa berkalung rantai.
Tak merasa hina karena dirantai, dan aku
tak mengeluh. Aku menunggu dayaku
disadari”

“Lalu bagaimana saat kau berada dalam sumur,
kemudian dipenjara?”

“Seperti bulan yang masih sabit, namun
tahu saat purnamanya. Seperti mutiara
sangat kecil dalam lumpang
penumbuk ramuan obat. Mutiara itu
tahu ia akan menjadi cahaya di mata
manusia”

Begitulah dalam Matsnawi, Rumi mengisahkan percakapan antara Yusuf ’alaihis-salam dengan salah seorang sahabat masa kanak-kanaknya dahulu di negeri Kanaan. Saat itu, Yusuf telah menjadi tangan kanan Raja Mesir.

Yang digambarkan sang Maulana tak lain adalah apa yang sekarang banyak disebut orang tentang karakter yang mesti dimiliki setiap pemimpin : visioner. Dulu barangkali hanya para sufi seperti Rumi yang berbicara tentang visi (atau ru’yah, vision). Baca juga Para-ulama-baghdad-berkumpul

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

Comments

📯POPULAR POST

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI DAN BALA TENTARA YANG CINTA SYAHID BAG 3

ALINSANU SIRRI, WA ANA SIRRUHU, WASIRRI SIFATI WASIFATI LAGHOIRIHI

THOSIN AL-ASRAR FI AL-TAUHID, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

KATA KATA MUTIARA AL GHOZALI

ALLAH BUKAN NAMA DAN MAKNA

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY POST MANTAP ||| postmantap16@gmail.com

🔱LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

🔁 FOLLOWERS