PANDANGAN SYAIKH SITI JENAR TENTANG SYAHADAT [SASAHIDAN LANGSUN SEJATI]
Pandangan syekh siti jenar tentang syahadat ( sasahidan langsun sejati)
Syahadat umumnya hanya dipahami sebagai bentuk mengucapkan kalimat syahadat, “asyhadu an la ilaha illa allah, wa asyhadu anna muhammad al-rasul allah” dan, karena hanya pengucapan, maka wajar jika syahadat tidak memiliki pengaruh apa pun terhadap mental manusia. Padahal, makna sesungguhnya adalah syahadat merupakan kesaksian, bukan pengucapan kalimat yang menyatakan bahwa ia telah bersaksi.Ketika kita mengucapkan kata “allah”, maka kata ini harus hadir dan lahir dari keyakinan yang mendalam. Pada saat pengucapan, kita harus yakin bahwa allah ada pada diri nabi-Nya dan bahwa setiap diri kita mampu membawa peran nabi tersebut. Dalam makrifat, nabi dan kenabian sebagai suatu hal yang selalu hidup. Dan, ketika sosok nabi terakhir diberi label muhammad, maka ia adalah langsung dari nur dan ruh muhammad, serta menyandang nama spiritual sebagai ahmad. Dan, tatkala kata “ahmad” disebut, nabi muhammad saw. Sering mengemukakan bahwa ana ahmad bila mim ( aku adalah ahmad yang tanpa mim), yakni ahad. Sementara, saat suku bangsa zahir arab disebutkan, beliau sering mengungkapkan ana arabun bila ain( aku adalah arab tanpa ain) yakni rabb. Inilah kesaksian itu (syahadat).
Pada konteks syahadat yang seperti itulah, kemudian lahir ajaran tentang wirid sasahidan dari syekh siti jenar. Adapun bunyi dari wirid sasahidan tersebut adalah sebagai berikut :
Insun anakseni ing datingsun dhewe, satuhune
Ora ana pangeran amung ingsun, lan nakseni
Ingsun, iya sejatine kang aran allah iku badan
Ingsun, rasul iku rahsaning- sun, muhammad
Iku cahyaning-sun, iya ingsun kang eling tan
Kena ing lali, iya ingsun kan langgeng ora kena
Owah gingsir ing kahanan jati, iya ingsun kang
waskitha ora kesamaran ing sawiji-wiji, iya
ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa
wicaksana ora kukurangan ing pangerti, byar......
sampurna padhang terawang-an, ora karasa
apa-apa, ora ana keton apa-apa, mung insun
kang nglimputi ing ngalam kabeh, kalawan
kadrating-sun.
Artinya:
Aku angkat saksi di hadapan Dzat-Ku sendiri,
Sesungguhnya tidak ada tuhan kecuali aku, dan
Aku angkat saksi sesungguhnya muhammad itu
Utusan-Ku, sesungguhnya yang disebut Allah
Ingsun diri sendiri (badan-Ku), rasul itu rahsa-
Ku, muhammad itu cahaya-Ku, akulah Dzat
Yang hidup tidak akan terkena mati, akulah
Dzat yang selalu ingat tidak pernah lupa,
Akulah Dzat yang kekal tidak pernah lupa,
Akulah Dzat yang kekal tidak ada perubahan
Dalam segala keadaan, (bagi-Ku) tidak ada
Yang samar sesuatu pun, akulah Dzat yang
Maha menguasai, yang kuasa dan bijaksana,
Tidak kekurangan dalam pengertian, sempurna
Terang benderang, tidak terasa apa-apa, tidak
Kelihatan apa-apa, hanya akau yang meliputi
Sekalian alam dengan kodrat-Ku.
Dari wejangan sasahidan tersebut, tampaklah pengalaman spiritual dan keadaan kemanunggalan pada diri syekh siti jenar terjadi dalam waktu yang lama serta mendominasi kesuluruhan wahana batin syekh siti jenar. Tampak juga bahwa dalam intisari ajaran tersebut, konsistensi sikap batin dan lahir dari ajaran tersebut, konsistensi sikap batin dan lahir dari ajaran syekh siti jenar. Jika ilmu tidak ada yang dirahasiakan dalam pengajaran, maka demikian pula dengan pengalaman batin dari keagamaan tidak bisa disembunyikan. Dan, pengalaman keagamaan yang terlahir tidak harus ditutup-tutupi, meski dengan dalih dan selubung syariat sekalipun. Akhirnya, dalam ajaran sasahidan itulah, semuua ajaran syekh siti jenar tersimpul.
Mengenai shalat,
syekh siti jenar mengajarkan dua macam bentuk sholat, yakni shalat tarek dan shalat daim. Shalat tarek adalah shalat thariqah, diatas sedikit dari syariat. Shalat tarek diperuntukkan bagi orang yang belum mampu untuk sampai tingkatan manunggaling kawula gusti.
Kata “tarek” berasal dari kata arab, ‘tarki” atau “tarakki”, yang memilki arti pemisahan. Namun, maksud lebih mendalam adalah terpisahnya jiwa dari dunia, yang disusul tanazzul (manjing)-nya al-illahiyah di dalam jiwa. Shalat tarek dimaksud di sini adalah shalat yang dilakukan untuk dapat melepaskan diri dari alam kematian dunia menuju kemanunggalan. Menurut syekh siti jenar, shalat yang hanya sekedar melaksanakan perintah syariat adalah tindakan kebohongan dan merupakan kedurjanaan budi.Pelaksanaan shalat tarek bisa saja diamalkan bersamaan dengan shalat syariat sebagaimana biasa atau dapat pula dilaksanakan secara terpisah. Hanya saja, terdapat perbedaan dalam hal wudhunya. Dalam sholat syariat anggota wudhu yang harus dibasuh adalah wajah, tangan, sebagian kepala dan kaki, maka dalam shalat tarek, selain anggota-anggota tubuh tersebut, yang juga harus dibasuh adalah rambut, tempat-tempat pelipatan anggota tubuh, pusar, dada, jari manis, telinga, ubun-ubun, serta pusar tumbuhnya rambut( bahasa jawa: unyeng-unyeng). Wudhu dalam shlat tarek sama halnya dengan mandi besar ( junub/ jinabat).
Shalat daim adalah shalat yang tiada putus sebagai efek dari kemanunggalannya dengan tuhan. Shalat daim ialah sholat yang tiada putus sepanjang hayat, teraplikasi dalam keseluruhan tindakan keseharian ( mungkin efeknya adalah berbentuk suci hati, suc ucap, suci pikiran); pemaduan hati, nalar, dan tindakan ragawi. Dengan demikian, shalat daim merupakan hasil dari pengalaman batin atau pengalaman spiritual. Ketika seseorang belum sanggup melakukan hal itu dikarenakan masih adanya hijab batin, maka yang harus dilakukan adalah shalat tarek. Baca Juga :
Comments
Post a Comment
SILAHKAN BERKOMENTAR SESUAI DENGAN TOPIK ISI ARTIKEL YA .......