THOSIN AL-NUQTAH, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

Thosin Al Nuqtah (Titik)

1. Ada yang lebih halus dari itu, yakni penyebutan tentang Titik‘AzaliyAda yang lebih halus dari itu, yakni penyebutantentang Titik ‘Azaliy yang berupa Asal, dan yang(keberadaannya) tidak bertambah ataupun berkurang, tidak juga habis sirna dirinya.

2. Orang yang mengangkal keadaan (hal) batinku telah menyangkalnya, karena tidak mengetahui aku, malah menyebutku bid’ah. Dituduhnya aku dengan sebutan Iblis, serta dianggapnya kekeramatanku sebagai praktik perdukunan, juga demikian terhadap lingkaran suci yang berada di luarnya-luar jangkauan, yang dicemoohkannya.

3. Orang yang menjangkau lingkaran kedua membayangkan akumenjadi sang Pemangku Ilham.

4. Orang yang menjangkau lingkaran ketiga mengira aku beradadi bawah pengaruh nafsu.

5. Dan, orang yang menjangkau lingkaran Kebenaranmelupakan aku, bahkan perhatiannya beralih dariku.

6. “Tentu saja tidak! Tidak ada seorang pelindung pun. Padahari itu hanya Tuhan penolongmu untuk kembali. Juga padahari itu setiap manusia akan diberi tahu tentang perbuatan yang didahulukannya dan yang dilalaikannya.”(QS. 75: 11-13)

7. Namun, umumnya manusia berpaling pada pernyataan semu,melarikan diri pada sang pelindung, mengkhawatiri pertanda-pertanda, tujuan hidupnya terpedaya, dan akibatnya tersesat.

8. Aku terisap ke kedalaman samudera kelanggengan (baqo’).Dan, orang yang menjangkau lingkaran Kebenaran itu sibukdi pantai samudera pengetahuan dengan pengetahuannyasendiri, luput pandangan (bashirah) batinnya dariku.

9. Aku melihat sejenis burung khasysy dari pribadi Shufi yangterbang dengan dua sayap Tashawuf. Ia menyangkalkekeramatanku, sebagaimana ia terus membumbung dalampenerbangannya.

10. Ia menanyai aku tentang kesucian-batin, dan akumenjawabnya: “Pangkaslah sayapmu dengan guntingpenyirnaan-diri (fana’). Kalau tidak, kau tidak dapatmengikuti aku.”

11. Ia berkata kepadaku: “Aku terbang dengan sayapku menujuKekasihku.” Aku katakan kepadanya: “Hati-hati buat kau!Sebab, tidak ada yang menyerupai-Nya. Hanya Dia sangMaha Mendengar lagi Maha Melihat.” Maka, seketika itu ia jatuh ke samudera kearifan dan hilang tenggelam.

12. Orang dapat menggambarkan samudera kearifan sebagaiberikut: Aku ‘melihat’ Tuhanku dengan mata hatiku, akumenyapa: “Siapakah Engkau?” Dia menjawab: “Kau!”Namun, bagi-Mu, ‘di mana’ tidak memiliki tempat. Dan,tidak ada ‘di mana’ ketika perhatian hanya menyangkut-Mu.Akal pun tidak punya bayangan tentang keberadaan-Mu dalam (dimensi) waktu, yang memungkinkan akalmengetahui ‘di mana’ adanya Engkau. Engkau adalahSesuatu yang meliputi setiap ‘di mana’, mengatasi ‘titik’yang tak di mana-mana. Jadi, ‘di mana’ Engkau adanya?

13. Sebuah titik-tunggal yang unik dari lingkaran (titik-titik),menandakan beragamnya anggapan tentang kearifan. Adalahsebuah titik-tunggal saja yang dirinya berupa Kebenaran,sedangkan sisanya merupakan kekeliruan.

14. Ia begitu dekat” saat kenaikannya (mi’raj) – “ia tampakkembali” saat kemuncakannya (transenden). Karenapencarian, ia begitu dekat. Karena kegairahan, ia tampakkembali. Ia menanggalkan hatinya ‘di sana’, dan begitu dekatkepada-Nya. Ia sirna (fana’) ketika ‘melihat’ Alloh, kendatidemikian ia tidak sampai tuntas sirna (fana’ ul-fana’).Bagaimana mungkin ia hadir sekaligus tak-hadir? Bagaimana mungkin pula ia tampak dan sekaligus tak-tampak?

15. Dari ketakjuban ia melintas ke pencerahan, dan daripencerahan ke ketakjuban. Dengan kesaksian Allah, ia‘menyaksikan’ Alloh. Ia sampai dan sekaligus pisah. Iamencapai Pujaan-Nya, dan terputus dari hatinya. “Hatinyatidak berdusta tentang apa yang dilihatnya.”(QS. 53: 11)

16. Allah menyembunyikannya ketika membuatnya begitu dekat.Dia mengangkatnya dan menyucikannya. Dia membuatnya dahaga dan menyegarkannya. Dia menyucikannya dan memilihnya. Dia menyerunya dan memerintahkannya. Dia menimpainya Cobaan dan menjenguknya untuk membantunya. Dia mempersenjatainya dan mendudukkannya diatas pelana.

17. Ada sebuah jarak dari “satu rentangan busur”, dan ketika iakembali, ia pun mencapai sasarannya. Ketika diseru, iamenjawabnya – merasa dilihat, ia rendahkan dirinya. Karenaminum, ia merasa puas. Karena mendekat, ia dicekamketerpesonaan. Dan, karena keterpisahan dirinya dari Kotaserta para pembantunya, ia pun terpisah dari bisikan nurani,dari pandangan, juga dari lamunan makhluk.

18. “Sahabatmu tidak tersesat,”(QS. 53: 2) ia tidak lemah ataubertambah sedih. Matanya tidak goyah atau lelah oleh suatu‘Saat’ dari sejatinya masa.

19. “Sahabatmu tidak tersesat” dalam tafakurnya mengenaiKami. Ia tidak menyeberang dalam kunjungannya kepadaKami, tidak juga melanggar terhadap Risalah Kami. Ia tidakmembandingkan Kami dengan yang lain kalau membicarakanKami. Ia tidak menyimpang di taman zikir dalam tafakurnyamengenai Kami, tidak juga tersesat dalam pengembaraan dialam fikir.

20. Cukuplah ia mengingat Allah (zikru’lloh) dalam tarikannafasnya, dan kerdipan matanya. Bertawakkal kepada-Nyadalam kesusahan, dan bersyukur atas nikmat-Nya.

21. “Ini tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan,” (QS. 53:4) dari Cahaya ke ‘Cahaya’.

22. Ubahlah bicaramu! Kosongkan dirimu dari khayalan,angkatlah kakimu tinggi-tinggi dari manusia serta makhluklainnya. Bicaralah tentang Dia dengan selaras dansekadarnya! Jadilah berghairah, dan tenggelamlah dalamkeghairahanmu. Ketahuilah – bahwa kau akan terbangmelampaui gunung dan lembah, gunung kesadaran danlembah perlindungan, agar ‘melihat’ Dia yang kau puja-puja. Dan, puasa wajib pun berakhir dengan datang ke Rumah Suci(Ka’bah).

23. Maka, ia begitu dekatnya kepada Alloh, seperti seorang’asyiq yang memasuki Ma’syuq. Selanjutnya iamemaklumkan bahwa itu terlarang. Itu seperti sebuahrintangan yang lebih dari cukup untuk melemahlunglaikan. Iamelintas dari Maqam Pembersihan ke Maqam Pencelaan, dandari Maqam Pencelaan ke Maqam Kedekatan. Ia begitu dekatsebagai pencari, dan ia kembali secara berlari. Ia begitu dekatsebagai pendoa, dan ia kembali sebagai ‘Abdi. Ia begitudekatnya sebagai penyeru, dan kembali dengan bai’at sebagaiQarib-Nya Ilahi. Ia begitu dekatnya sebagai seorang saksi,dan kembalinya sebagai ahli tafakur.

24. Jarak di antara keduanya adalah “dua rentangan busur”. Iamembidik tanda ‘di mana’ [‘ayna] dengan panah ‘di antara’[bayna]. Ia menyatakan bahwa ada dua rentangan busur untukmenetapkan ketepatan tempat-nya, baik karena tiadaterlukiskannya sifat Zat, atau karena serasa lebih akrab padaZatnya-Zat.

25. Sang Faqir yang Luar dari Biasa (Khariq ul-‘Addah) Al-Husain ibn Manshur Al-Hallaj, berkata:

26. Aku tidak percaya bahwa ungkapan kita di sini dapatdipahami, kecuali untuk orang yang sampai pada rentanganbusur kedua, yang adanya melampaui Lembaran yangTerjaga [Lawh ul-Mahfudz].

27. Itulah suratan yang tidak mempergunakan huruf Arabataupun Persia.

28. Kecuali satu huruf saja, yaitu huruf ‘mim’ (ﻡ ), yangmerupakan huruf pertanda “apa yang ia pancarkan.”

29. ‘Mim’ (ﻡ) yang menandakan “Yang Terakhir”.

30. ‘Mim’ (ﻡ) yang juga merupakan untaian “Yang Terawal”.Rentangan busur pertamanya adalah ‘Alam Kegagahan(Jabarut), dan yang keduanya adalah ‘Alam Kerajaan(Malakut). Sedangkan Sifat-Nya adalah untaian dua ‘Alamitu. Serta Zat-Nya yang Khusus Beriluminasi (tajalliykhasysy) adalah panah yang Mutlak, panahnya duarentangan.

31. Panahnya itu dari Seseorang yang menyalakan api Iluminasi(tajalliy).

32. Dia berfirman bahwa kepantasan dari pembicaraan adalahyang pengertiannya merupakan gambaran kedekatan. Adapunsang Firman dari pemaknaan ini adalah Kebenaran Allah,bukan metode ciptaan-Nya. Dan, kedekatan ini juga hanyaberlaku dalam lingkaran ketepatan yang amat sangat tepat.

33. Kebenaran dan Kebenarannya-Kebenaran (Allah) ini terdapatdalam halusnya perbedaan, lewat pengalaman sebelumnya,dengan memakai penangkal yang dibuat oleh sang pecinta,untuk membalas keterputusannya dengan segenap kecintaan(makhluk), di pelananya yang sampai secara berbarengan,karena bahaya terus mengancam, serta tajamnya perbedaan,yang diatasinya dengan ayat pembebasan. Inilah jalan (shufi)yang terpilih dalam memperhatikan Diri pribadi. Dan,kedekatannya terlihat sebagai areal luas, agar sang arif(‘irfan) yang taat mengikuti jalannya tradisi nubuwah inidapat dipahami adanya.

34. Sang Junjungan Yatsrib (Muhammad), shalawat dan salamatasnya, memaklumkan keagungan yang kerasukan jiwaanggun ini, yang tak-tergugat, yang terawat dalam “KitabTersembunyi” (QS. 56: 78), sebagaimana Diamenyatakannya dalam Kitab (alam) Terbuka, dalam “KitabTertulis” yang menerangkan makna bahasa burung, ketikaDia mengangkatnya ‘ke sana’.

35. Apabila kau memahami ini, hai pecinta, pahamilah bahwaTuhan tidak berbicara kecuali dengan Diri-Nya, atau denganSahabat-Nya (waly).

36. Untuk menjadi Sahabat-Nya, janganlah punya Guru ataupunMurid. Jadilah tanpa pilihan, tanpa perbedaan, tanpa kepura-puraan atau sok-nasihat, jangan mengakui sesuatu itu“miliknya” atau “darinya”. Tapi, apa yang ada padanyacukuplah sebagai “apa yang ada padanya”, tanpa merasaadanya itu “padanya”, sebagaimana gurun tanpa air di suatu“gurun tanpa air”, juga sebagaimana pertanda di suatu“pertanda”.

37. Wacana umum mengalihartikan maknanya. Makna punmengalihartikan maksudnya, sedangkan maksudnya terlihatdari kejauhan. Jalannya sulit, namanya agung, tampilannyaunik. Pengetahuannya adalah ketidaktahuan,ketidaktahuannya adalah kebenaran tunggal, keawamannyaadalah sumber rahasianya. Namanya adalah Jalannya,karakter-lahirnya adalah kehangatannya, dan perlambang-batinnya adalah kegairahannya.

38. Hukum syari’at [syar’iy] adalah ciri-khasnya, kebenaran[haqa’iq] adalah gelanggangnya dan keagungannya. Jiwanyaadalah serambinya, Syaitan adalah pengajarnya, dan setiapmusafir yang ada dijadikannya sebagai kerabatnya. Keinsanan adalah nuraninya, kerendahhatian adalahkemuliaannya, kefanaan adalah subyek zikir-nya, istri adalahtamansarinya, dan fananya-fana adalah singgasananya.

39. Pelindungnya adalah perlindunganku, prinsipnya adalahperingatanku, syafa’atnya adalah permohonanku, karunianyaadalah persinggahanku, dan duka-citanya adalahkesedihanku.

40. Pewarisannya adalah kedai tempat minum-(ku), lenganbajunya bukan apa-apa kecuali sekadar pengelap debu-(ku).Ajarannya adalah dasar pijakan keadaan (hal) batinnya,sedangkan keadaan batinnya adalah kefanaan. Kendatidemikian, sembarang keadaan (ahwal) lainnya dapat menjadiobyek kemurkaan Allah. Makanya cukuplah ini, semogarahmat Allah besertamu. Bersambung. Baca Juga : Thosin-al-azal-wa-al-iltibas

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

Comments

📯POPULAR POST

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI DAN BALA TENTARA YANG CINTA SYAHID BAG 3

ALINSANU SIRRI, WA ANA SIRRUHU, WASIRRI SIFATI WASIFATI LAGHOIRIHI

THOSIN AL-ASRAR FI AL-TAUHID, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

KATA KATA MUTIARA AL GHOZALI

ALLAH BUKAN NAMA DAN MAKNA

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY POST MANTAP ||| postmantap16@gmail.com

🔱LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

🔁 FOLLOWERS