MAULANA JALALUDDIN RUMI : KEKUATAN CINTA MERUPAKAN JALAN UNTUK MENCAPAI KESEMPURNAAN

Dalam pandangan Rumi, cinta sebagai dimensi pengalaman rohani sepenuhnya mengendalikan keadaan batin dan psikologis sufi. Ia tidak dapat dijelaskan melalui kata-kata, tetapi hanya dapat dipahami melalui pengalaman. (Chittick 2001, 191- 192). 

Rumi sering menegaskan bahwa cinta tak terungkapkan, namun di dalam syair-syairnya Rumi memberikan gambaran tentang cinta, seperti syair berikut;

Cinta adalah ikatan

kasih sayang, ia adalah sifat Tuhan

Cinta adalah inti, dunia adalah kulit

Cinta adalah air kehidupan yang akan

membebaskanmu dari kematian. Oh, dia

adalah seorang raja, yang melemparkan

dirinya ke dalam Cinta.

Cinta adalah dasar samudera kehidupan;

kehidupan abadi adalah bagian dari

pemberiannya.

Cinta adalah seorang ibu yang akan

senantiasa memelihara anaknya.

Cinta adalah kimia “zat mukjizat” ia akan

menjadikan tambang makna-makna.

Cinta adalah nyala, yang manakala

membara, membakar segalanya kecuali Yang

Tercinta. (Marshall 1986, 1).

Konsep cinta Rumi merupakan jalan untuk mencapai kesempurnaan. Ia merupakan jalan untuk membersihkan diri sehingga mengantarkan manusia sampai kepada Tuhan. Pengalaman cinta melampaui semua bentuk kata-kata, ungkapan, konsep, dan pemikiran, cinta justru menjadi pengalaman maha indah yang lebih nyata dari semesta dan memiliki kekuatan dahsyat yang menakjubkan. (Can 2005, 147). 

Menurut Rumi kesatuan hamba dengan Tuhan, dipatrikan oleh rasa cinta yang murni, menghadapi perjuangan hidup dengan hati yang besar dan insyaf akan ―tempat asal mula jadi. (Ahmadi 2017, 201). Meskipun Rumi memberikan gambaran tentang cinta, hal itu hanya dimaksud untuk membangkitkan hasrat menuju cinta dari hati orang yang mendengarnya, seperti syair berikut :

Cinta membuat yang pahit menjadi manis

Cinta mengubah tembaga menjadi emas

Cinta mengubah sampah menjadi anggur

Cinta mengalihkan derita ke dalam penyembuhan

Cinta menghidupkan yang mati

Cinta mengubah raja menjadi hamba sahaya.

Cinta mendidihkan samudra laksana buih

Cinta meluluhlantakkan gunung menjadi pasir.

Cinta menghancurkan langit beratus keping

Cinta mengguncang dunia.

Kekuatan cinta ini pula yang mengantarkan seorang pecinta melabuhkan kepasrahan utuh secara menakjubkan kepada Tuhan, sang kekasih abadi.

Berhubungan dengan cinta, menurut Rumi ada dua macam bentuk cinta: cinta imitasi (isyq majazi) dan cinta sejati (isyq haqiqi). Cinta imitasi adalah cinta kita kepada lawan jenis dan segala bentuk keindahan lainnya selain Tuhan. Sedangkan cinta sejati adalah cinta kita kepada Tuhan semata. Cinta imitasi bersifat semu, sementara, dan menorehkan kekecewaan bagi siapa pun yang mendekapnya, sedangkan cinta sejati justru bersifat hakiki, abadi, dan membuahkan kebahagiaan bagi siapa pun yang mereguknya.

Bagi Rumi, kesalahan yang terjadi pada manusia duniawi bukanlah masalah kecintaannya pada dunia ini, melainkan ketidakmampuannya untuk merasakan bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak lain sebagai bayangan kekasih sejati. 

Rumi melukiskan dalam syairnya ;

Sang burung terbang tinggi, sementara

bayang-banyangnya meluncur di permukaan

bumi, terbang seperti sang burung.

Orang dungu memburu bayang-bayang itu,

berlari sampai kehabisan tenaga.

Tanpa mengetahui bahwa yang dikejarnya

hanyalah pantulan dari sang burung di langit,

tak menyadari sumber bayang-bayang.

Dengan alasan inilah, Rumi menitahkan kepada umat manusia agar melabuhkan cinta sejati kepada Tuhan semata, sebab cinta kepada selain-Nya akan selalu menorehkan luka di hati sang pencinta.

Dalam pandangan Rumi, kekuatan cinta yang sanggup menangkap pengalaman ketuhanan secara utuh adalah melalui wadah hati dengan dua fungsi utama ;

Pertama, saat seseorang sudah tercerahkan penglihatan spiritualnya melalui penyucian kalbu, saat itulah ia telah benar-benar menjadi muhaqqiq, seorang yang sadar akan realitas spiritual dan misteri keberadaan gaib. (Qamber 2002, 162). Di sini, Rumi mengajak manusia untuk senantiasa menyucikan hatinya dengan selalu menjauhi maksiat dan mengerjakan ketaaatan sehingga kalbunya menjadi tajam dan jernih dimana isyarat-isyarat ketuhanan akan terpantul di permukaan hatinya, menyaksikan dengan penglihatan kepastian. (Sharif 1995, 2).

Kedua, cinta Tuhan akan menyapa hambanya yang telah melakukan penyucian hati, mengosongkan kalbu dari segala sesuatu selain-Nya semata, selama masih ada jejak kecintaan diri dalam dirimu, Allah tidak akan menunjukkan wajah-Nya kepadamu‖ nasihat Maulana Rumi. (Zaprulkhan 2016, 201-203) Oleh karena itu, selama ego dan kecintaan terhadap dunia masih bersemayam dalam hati, selama itu pula kita tidak dapat mencapai puncak cinta yang sejati. Baca Juga : Bukti-manifestasi-cinta-maulana

Akhirnya, ketika seseorang telah menjernihkan hatinya dari segala karat duniawi, mengosongkan hatinya dari semua bentuk dualitas, dan menghiasinya dengan cinta sakral Ilahi semata, saat itulah ia akan menjelma seorang ―manusia Tuhan. (Sharif 1995, 2) manusia ideal yang menjadi cerminan dari keindahan Sang Ilahi.

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

Comments

📯POPULAR POST

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI DAN BALA TENTARA YANG CINTA SYAHID BAG 3

ALINSANU SIRRI, WA ANA SIRRUHU, WASIRRI SIFATI WASIFATI LAGHOIRIHI

THOSIN AL-ASRAR FI AL-TAUHID, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

KATA KATA MUTIARA AL GHOZALI

ALLAH BUKAN NAMA DAN MAKNA

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY POST MANTAP ||| postmantap16@gmail.com

🔱LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

🔁 FOLLOWERS