TENTANG MISTISISME CINTA MAULANA JALALUDDIN RUMI

Menurut Rumi ilmu pengetahuan saja tidak cukup dalam meraih ketentraman jiwab(Kartanegara 2014, 29-30). Rumi menyadari bahwa dalam diri manusia ada kekuatan tersembunyi, yang apabila diberdayakan secara sungguh-sungguh, akan dapat memberi kebahagiaan dan pengetahuan yang tidak terkira luasnya, kekuatan tersembunyi itu ialah cinta. (Manni 2010, 164). 

Cinta merupakan tema sentral yang menjadi pusat perbincangan Jalaluddin Rumi mengenai hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya. Bagi siapa pun yang ingin memasuki istana sakral ketuhanan, cinta Ilahi harus menjadi kendaraan utamanya melampaui kendaraankendaraan lainnya. 

Dalam pandangan Rumi, kekuatan cintalah yang dapat mengantarkan seorang pencinta untuk mencapai keadaan yang maha indah, yang dapat merubah keadaan pahit menjadi manis, pengharapan yang berujung kepada kerinduan yang tiada batas. Rumi mengatakan bahwa penderitaan yang dialami oleh sipecinta merupakan tahapan yang harus dilalui sebagai bentuk dari proses pemurnian bathin yang akan selalu peka terhadap cahaya-cahaya ketuhanan yang menyinari bathinnya. 

Dalam hal mencapai cinta Ilahi tersebut, Rumi memberikan gambaran tahapan yang sering dilakukan oleh para sufi, pada awalnya para sufi melakukan tahapan pembersihan atau pemurnian jiwa, selanjutnya jiwa yang telah melalui tahapan pemurnian hendaklah diisi dengan cahaya kebaikan untuk memurnikan iman, tahapan ini akan mengantarkan sang sufi untuk berada pada tahapan pencahayaan yang disinari oleh cahaya Ilahi, tempat di mana ia diberkahi oleh cinta dan kearifan dari sang Ilahi. (Schimmel 1996, 174). Tahapan ini menjadi proses terakhir dalam penyatuan serta pengungkapan cinta, Ia merefleksi dalam setiap jiwa untuk menyaksikan segala sesuatu di luar penglihatan.

Dalam istillah Schimmel disebut dengan "penyingkapan hijab ketidaktahuan", hijab atau penghalang yang menutupi unsur-unsur Ketuhanan dan makhluk-Nya. Pengungkapan cinta yang demikian menjadi dasar dalam mistik Islam, bagi berkembangnya tradisi puisi-puisi sastra atau sajak-sajak ahli mistik sebagai media dalam mengungkapkan rasa cinta, sesuai dengan pengalaman mistik yang dialami oleh masing-masing pecinta. 

Walaupun dalam garis besar, hampir semua bentuk mistisisme memiliki ciri yang sama, khususnya kecenderungan akan paham keesaan wujud dan monoisme. Berdasarkan kaidah dan titik tolak pencarian masing-masing mistikus, sejumlah sarjana sering mengelompokkannya ke dalam beberapa kategori, misalnya Khalifah Abdul Hakim yang menyebutkan adanya persamaan-persamaan pandangan di antara para mistikus dalam beberapa hal: 

  1. Hakikat wujud tunggal atau satu;
  2. Semua fenomena merupakan aspek dari hakikat yang sama dan setiap fenomena menuju pada hakikat yang sama pula;
  3. Karena semua wujud fenomenal berasal dari hakikat terakhir, mereka mengembalikan kepada hakikat asal yang sama;
  4. Hakikat wujud yang dapat diresapi dengan nalar dalam peringkat yang tinggi, membuktikan bahwa nalar bersifat komprehensif dan tidak parsial;
  5. Pengetahuan tentang yang hakiki tidak dapat diserap melalui logika, pengamatan bathinlah yang merupakan pembimbing terbaik dalam menyerapnya;
  6. Tujuan utama kehidupan ialah bagaimana seseorang dapat meresapi hakikat pengalaman rohani sebab hanya dengan cara ini, jiwa seseorang dapat bersatu kembali dengan Sang Hakikat;
  7. Penglihatan batin disebut dengan cinta, sedangkan pengetahuan tentang hakikat melekat dalam cinta;
  8. Cinta yang demikian itulah yang merupakan sumber utama semua bentuk moralitas keagamaan dan adab yang tinggi. 

Tanpa cinta, semua agama dan moralitas akan menjadi formal dan mekanis. Tanpa cinta pula, pikiran akan tetap berada dalam kegelapan, tidak mampu untuk mencapai cahaya Ilahi. (Rifa‘i 2010, 103) Cinta bagi Rumi adalah rahasia ketuhanan dan rahasia penciptaan, oleh karena itu, ia tidak bisa didefinisikan, ia juga merupakan rahasia makhluk-makhluk-Nya yang dalam diri manusia disebut dengan potensi rohani yang dapat mengangkatnya naik ke tingkatan tertinggi penciptaan. 

Seperti yang dikutip oleh Schimmel, bahwa Rumi mengatakan pengalaman mistik dapat membersihkan penglihatan qalbu, sehingga qalbu dapat menyaksikan bahwa wujud hakiki adalah satu, sedangkan yang lainnya hanyalah nisbi, melalui pengalamannya, Rumi mengatakan bahwa yang nisbi akan lenyap oleh cinta dan kefanaan. Baca Juga : Ada-keterbatasan-akal-memasuki-misteri

Tujuan yang hendak dicapai oleh Rumi melalui jalan cinta ialah mengenal Tuhan sebagai Wujud.  Hakiki yang meliputi semua wujud. Akan tetapi, Rumi menambahkan bahwa mengenal saja tidak ada artinya tanpa merasakan kehadiranNya dalam segala sesuatu, dalam segenap peristiwa, dalam kehidupan pribadi, dengan tujuan untuk merealisasikan persatuan dengan-Nya dalam semua aspek kehidupan. Semoga Bermanfaat

Related Posts



Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

Comments

📯POPULAR POST

ABDURRAHMAN AL-GHAFIQI DAN BALA TENTARA YANG CINTA SYAHID BAG 3

ALINSANU SIRRI, WA ANA SIRRUHU, WASIRRI SIFATI WASIFATI LAGHOIRIHI

THOSIN AL-ASRAR FI AL-TAUHID, SYAIKH HUSAIN BIN MANSHUR AL-HALLAJ

KATA KATA MUTIARA AL GHOZALI

ALLAH BUKAN NAMA DAN MAKNA

Kirim E-mail Anda Dapatkan Artikel Berlangganan Gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY POST MANTAP ||| postmantap16@gmail.com

🔱LINK TAUTAN ARTIKEL SPONSOR

🔁 FOLLOWERS